BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Babilonia adalah wilayah budaya kuno di pusat selatan
Mesopotamia (sekarang Irak), dengan Babel sebagai Ibu kotanya. Pendiri
sekaligus raja pertama dari Babilonia adalah seorang kepala suku Amorite
bernama Sumuabum yang mendeklarasikan kemerdekaan Babilonia dari Negara
tetangganya Kazallu pada tahun 1894 SM. Babilonia muncul sebagai bangsa yang
kuat saat Raja Hammurabi dari suku Amorite menciptakan sebuah kerajaan kecil
diluar territorial wilayah kekaisaran Akkadia.
Bangsa Babilonia mengadopsi bahasa Semitik Akkadia sebagai
bahasa resmi dan bahasa Sumaria sebagai bahasa yang dipakai untuk keperluan
keagamaan yang saat itu tidak lagi digunakan sebagai bahasa lisan. Tradisi
Akkadia dan Sumeria memainkan peran utama dalam perkembangan kebudayaan
Babilonia dan bahkan hal ini menjadikan beberapa daerah di negara tersebut
menjadi pusat kebudayaan hingga ke luar dari daerah Babilonia sendiri pada
zaman perunggu dan awal zaman besi. Babilonia sebagai Negara merdeka,
sebenarnya bukan didirikan hingga menjadi terkenal oleh orang asli dari suku
Amorite, sebagian besar sejarahnya Babilonia berada dibawah pemerintahan
orang-orang Mesopotamia, Assyiria, dan bahkan bangsa asing seperti Kassite,
Elann, Het, Aram, Kasdim, Persia, Yunani, dan Partia.
Kebudayaan Mesopotamia selama zaman perunggu hingga awal
zaman besi sering disebut sebagai budaya “Assyro-Babilonia” karena kedekatan
yang saling bergantung dipusat daerah politik dua bangsa tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana sejarah matematika bangsa Babilonia?
2.
Apa sistem bilangan yang digunakan oleh bangsa Babilonia?
1.3
TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah, tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
sejarah singkat bangsa Babilonia.
2. Mengetahui
sistem bilangan yang digunakan oleh bangsa Babilonia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Matematika Babilonia
Babilonia adalah sebuah peradababan kuno yang
terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia yang sekarang menjadi Irak. Kawasan Mesopotamia termasuk Sumeria, Akkad, dan Assyria. Kawasan
ini sangat penting karena
menjadi salah satu dari tempat awal manusia hidup bersama-sama dalam satu peradababan. Penduduk Babilonia, atau yang sering disebut Babilon, memiliki satu bahasa penulisan yang mereka gunakan untuk mempelajari
perkara-perkara yang berkaitan
dunia di sekeliling mereka. Sejarah mengatakan bahwa orang-orang babilon merupakan orang yang pertama kali menulis dari kiri ke kanan, dan banyak
membuat banyak dokumen-dokumen bertulis.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh
bangsa Mesopotamia yang kini bernama Iraq sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.
Dinamai "Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia
sebagai tempat untuk belajar. Lebih dari 400 lempengan tanah
liat ditemukan sebagai sumber sejarah bangsa Babilonia yang digali sejak
1850-an. Lempengan-lempengan tersebut ditulis dengan menggunakan tulisan berbentuk paku. Lempengan tersebut diberi tulisan ketika tanah liat masih
basah, dan kemudian dibakar dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari bahkanbeberapa
di antaranya adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika
menyebutkan bahwa lempengan bertulisan tersebut adalah
karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka
mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka,
bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat yang berkaitan dengan geometri dan pembagian. Jejak terdini sistem
bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat
yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi
topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode
penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2
yang akurat sampai lima tempat desimal.
B. Sistem Bilangan Babylonia
Peradaban Babylon menggantikan peradaban
Sumeria dan Akkadia. Oleh karenanya sistem bilangan suku Babylon diturunkan
dari sistem bangsa Sumeria dan Akkadia.
1.
Angka-angka Babylonia
Sistem bilangan masyarakat kuno ini berbasis 60,
yaitu sistem seksagemisal. Namun sistem Sumeria maupun Akkadia bukanlah sistem
possional dan dimajukam oleh bangsa Babylon.
Meskipun sistem bilangan bangsa Babylon
berbasis 60, namun mereka hanya perlu mengingat dua simbol untuk menghasilkan
sistem posisional bebasis 60 ini. Meskipun sistem bangsa Babylon adalah sistem posisional
berbasis 60, namun sistem ini meiliki beberapa ciri sistem basis 10. Hal ini
karena bilangan 59, yang hanya terpaut satu angka dari satu dalam sistem ini,
dibangun dari suatu simbol ‘unit’ dan simbol ‘sepuluh’.
Gambar 1. 59 simbol dibuat dari dua sistem simbol
Untuk suatu sistem posisional tertentu diperlukan
suatu konvensi tentang bilangan yang menunjukan unit. Misalnya desimal 12345
berarti
1x104+2x103+3x102+4x10+5
Sistem posisional seksagesimal Babylon
menganut cara penulisan seperti diatas, yaitu bahwa posisi yang paling kanan
adalah untuk unit sampai 59, satu posisi disebelah kirinya adalah untuk dimana dan seterusnya. Sekarang kita menggunakan
notasi dimana bilangan dipisahkan dengan koma, misalnya, 1,57,46,40 menyatakan
bilangan seksagesimal.
1x603+57x602+46x60+40
yaitu dalam notasi desimal bernilai 424000.
Namun masih terdapat
persoalan dengan sistem ini. Karena dua dinyatakan dua yang identik untuk satu
unit maka bilangan seksadesimal Babylon 1,1 dan 2 secara esensial dinyatakan
secara serupa. Namun hal ini bukanlah persoalan sebenarnya karena adanya spasi
di antara karakter-karakter tersebut menunjukkan perbedaannya. Dalam simbol
untuk 2 kedua karakter yang menyatakan unit saling berdempet dan menjadi simbol
tunggal. Dalam bilangan 1,1 terdapat suatu spasi diantaranya.
Satu persoalan yang lebih serius adalah
fakta bahwa tidak terdapat nol untuk menyatakan posisi yang kosong. Bilangan
seksadesimal menyatakan bilanagan 1 dan 1,0 untuk 1 dan 60 desimal, memiliki
pernyataan yang sama persis dan spasiidak membawa perbedaan.
2.
Nol sebagai Placeholder
Peradaban babilon selanjutnya telah menetapkan sebuah simbol untuk
menyatakan kekosongan. Selama abad keempat untuk pertama SM
(Seleukus era) Babel matematikawan dan astronom mengembangkan nol sejati untuk
menunjukkan tidak adanya unit seksagesimal dari suatu tatanan tertentu.
Alih-alih ruang kosong yang mereka gunakan salah satu dari dua tanda-tanda
berikut:
sekarang 3610 dapat
ditulis seperti dalam baris 1 tabel di sebelah kanan 1,0,10 = 1 × 60 2
+ 0 × 60 + 10 bukan cara yang tertulis di dalam baris 2 dan 3, yang dengan
mudah bisa bingung dengan 70 atau kiri penafsiran lebar ruang untuk pembaca.
1,0
1,10
1,0,10
Dalam sebuah tablet Babel astronomi, tanggal dari
era Seleukus, nomor 60 ditulis sebagai pada tabel di sebelah kiri: Tanda nol di
sini menunjukkan tidak adanya unit urutan pertama. Astronom Babylonia
menggunakan nol di awal nomor (atau posisi awal) untuk dicatat pecahan
seksagesimal, mereka yang penyebut adalah kekuatan 60. Misalnya, 1/ 60 dan
30/3600, tertulis sebagai astronom Babilonia itu, ditunjukkan dalam tabel di
bawah:
Berikut adalah contoh dari sebuah papan
huruf paku di mana perhitungan untuk pangka dua 147 dinyatakan. Dalam bilangan
seksadesimal 147=2,27 dan mengkuadratkannya memberikan hasil 21609=6,0,9
3.
Pecahan Seksagesimal
Jikalau posisi untuk kosong menjadi
,masalah untuk bilangan bulat maka justru terdapat persoaln yang lebih besar
pada fraksi seksadesimal Babylon. Bangsa Babylon menggunakan suatu sistem
fraksi seksadesimal yang serupa dengan fraksi desimal kita. Misalnya jika kita
menulis 0,125 maka berarti 1/10 + 2/100 + 5/1000 = 1/8. Tentu saja fraksi
dengan bentuk a/b, dalam bentuknya yang paling rendah, dapat dinyatakan sebagai
fraksi desimal finit jika dan hanya jika b tidak dapat dibagi dengan bilangan
prima selain 2 atau 5. Jadi 1/3 tidak memiliki fraksi desimal yanng finit.
Serupa halnya fraksi seksadesimal Babylon 0,7,30 diyatakan dengan 7/60 +30/3600
yang ditulis dengan notasi kita sebagai 1/8.
Karena 60 dapat dibagi dengan bilangan
prima 2, 3 dan 5 maka sebuah bilangan dengan bentuk a/b dan bentuknya yang
paling rendah, dapat dinyatakan sebagai fraksi desimal finit jika dan hanya
jika b tidak dapat dibagi oleh bilangan selain 2, 3, dan 5. Fraksi yang lain
oleh karenanya dapat dinyatakan sebagai fraksi seksadesimal dan bukan sebagai
fraksi fraksi desimal limit.
Perkiraan notasi tersebut digunakan untuk
menyatakan bilangan seksadesimal dengan bagian pecahan. Untuk menyatakan
10,12,5,1,52,30 adalah
10x602+12x60+5+1/60+52/602+30/603
yang
dalam notasi kita adalah 36725 1/32. Hal ini berlaku namun diatas telah
dikemukakan notasi semikolon untuk menunjukan dimana bagian integernya berakhir
dan bagian pecahannya dimulai. Inilah “koma seksadesimal” dan memainkan peranan
yang analog pada koma desimal. Namun bangsa Babylon tidak memiliki notasi untuk
menunjukan dimana bagian integer berakhir dan bagian pecahan dimulai. Jika kita
menulis 10,12,5,1,52,30 tanpa memiliki suatu notasi tentang “koma seksadesimal”
maka bilangan ini dapat memiliki beberapa arti sebagai berikut :
0;10,12,5,1,52,30
10;12,5,1,52,30
10,12;5,1,52,30
10,12,5;1,52,30
10,12,5,1;52,30
10,12,5,1,52;30
10,12,5,1,52,30
Sebagai tambahan,tentu saja sampai 10,12,5,1,52,30,0 atau
0; 0,10,12,5,1,52,30 dan seterusnya.
4.
Basis 60
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa bangsa Babylon memilih
sistem bilangan berbasis 60. Mereka menggunakan basis 60 ini menurut sistem
bilangan bangsa Sumeria. Seorang ahli mengatakan bahwa 60 ini adalah bilangan
terkecil yang dapat di bagi dengan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 10,
12, 15, 20 dan 30 sehingga bilangan pembaginya
dimaksimalkan. Namun alasan ini terlalu ilmiah. Suatu basis 12 akan lebih masuk
akal untuk peradaban masa itu. Dilain pihak banyak pengukuran menggunakan 12,
misalnya terjadi beberapa kali dalam berat, uang dan pembagian panjang. Sebagai
contoh dalam pengukuran sistem Inggris kuno terdapat dua belas inchi dalam satu
kaki, dua belas penny dalam satu
shilling dan sebagainya.
Teori oleh Neugebauer berdasarkan pada beratdan pengukuran yang
digunakan oleh bangsa Sumeria, yang berdasar pada sistem perhitungan desimal
yang diubah ke basis 60 untuk memungkinkan untuk membagi berat dan pengukuran
menjadi sepertiga. Namun alasan yang menentangnya adalah bahwa sistem berat dan
pengukuran ini merupakan suatu konsekuensi sistem bilangan dan bukanlah
sebaliknya.
Beberapa teori berdasar pada kejadian astronomi. Terdapat anggapan
bahwa 60 merupakan hasil kali jumlah bulan setiap tahun dengan jumlah planet
(Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus) yang tampaknya cukup
beralasan. Namun gagasan ini juga dianggap kurang sempurna. Bahwa satu tahun
dianggap memiliki 360 hari juga dianggap sebagai alasan untuk basis bilangan 60
seorang ahli yang lain. Namun sekali lagi gagasan ini di anggap kurang
meyakinkan karena bangsa Sumeria tahu karena satu tahun lebih dari 360 hari.
Hipotesa yanng lain berhubungan dengan fakta bahwa matahari berputar
mengelilingi diameternya sebanyak 720
kali sehari dan dengan 12 jam Sumeria dalam satu hari, satu jam terdiri dari
satu putaran.
Beberapa teori berdasar pada geometri. Misalnya satu teori bahwa
suatu segitiga sama sisi dianggap sebagai dasar geometris oleh bangsa Sumeria.
Sekarang sudut segitiga sama sisi diketahui sehingga jika dibagi menjadi 10, sudut 6 akan menjadi unit sudut berbasis.
C. Kuis
1.
Ubahlah bilangan desimal berikut menjadi bilangan seksagesimal serta penulisan dalam
simbol bilangan paku!
a.
89
Jawab:
1,29
=
b.109816
Jawab:
3,0,16
=
c.
1774827
Jawab:
8,
13, 0, 27 =
2.
Ubahlah bilangan paku berikut menjadi bilangan desimal:
a.
Jawab:
1,0
= 60
b.
Jawab:
22,
40, 55 = 81655
c.
Jawab:
10,0,27,30
= 2161650
3.
Berapakah nilai dari pecahan bilangan seksagesimal berikut dalam pecahan
desimal?
a.
16;26,31
Jawab:
= 16
b.
0;35,14,17
Jawab:
c.
2,9;44
Jawab:
= 129
4.
Berapakah nilai dari pecahan bilangan desimal berikut dalam pecahan
seksagesimal?
a.
Jawab:
0;11,15
b.
Jawab:
0;12,30,0
5.
Hitunglah jumlah kuadrat dari bilangan seksagesimal berikut:
a.
1,12
Jawab:
1,26,24
b.
2,16
Jawab:
5,8,16
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Babilonia
adalah sebuah peradababan kuno yang terletak di kawasan tengah-selatan Mesopotamia yang sekarang menjadi Irak. Kawasan Mesopotamia termasuk Sumeria, Akkad, dan Assyria.
Matematika babylonia ditulis menggunakan bilangan seksagesimal (basis 60). Bukti
terdini matematika menyebutkan bahwa lempengan bertulisan tersebut adalah karya bangsa Sumeria,
yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia.
Meskipun
sistem bilangan bangsa Babylon berbasis 60, namun mereka hanya perlu mengingat
dua simbol untuk menghasilkan sistem posisional bebasis 60 ini. Meskipun
sistem bangsa Babylon adalah sistem
posisional berbasis 60, namun sistem ini meiliki beberapa ciri sistem basis 10.
Ada
beberapa alasan mengapa bangsa babylonia menggunakan basis 60 yaitu seorang
ahli mengatakan bahwa 60 ini adalah bilangan terkecil yang dapat dibagi dengan
1, 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20 dan 30, alasan lainnya menurut teori neugebauer
bahwa basis 60 memungkinkan untuk membagi berat dan pengukuran menjadi
sepertiga, menurut teori astronomi bahwa 60 merupakan hasil kali jumlah bulan
tiap tahun dengan jumlah planet (merkurius, venus, mars, jupiter, dan saturnus)
dan menurut teori geometri bahwa sudut dalam segitiga sama sisi diketahui 600.
DAFTAR
PUSTAKA
Haza’a,
Salah Kaduri, dkk. Sejarah Matematika
Klasik dan Modern. 2004. Yogyakarta: UAD PRESS
http://kkisma.blogspot.com/2013/08/sejarah-matematika-babilonia.html diambil tanggal 08 Maret 2014
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon